Senin, 31 Agustus 2020

Sejarah Masa kecil ku

Orang tua jaman dahulu selalu mengaitkan ikatan persaudaraan itu layaknya waralaba yang dapat kita temui dimana-mana. 

Aku ingat betul saat masih duduk di bangku SD, ketika itu orang tua mengajak mudik ke kampung halaman saat lebaran. Dan kebetulan memang sedang libur panjang. 

Perjalanan yang cukup panjang, mulai naik kapal laut sekitar 4 jam dari pelabuhan Merak turun di pelabuhan bakauheni lalu menyambung naik bis ke terminal Rajabasa yang memakan jarak tempuh 114,8 km dan disambung lagi berganti bis menuju terminal Kotabumi yang berjarak 103 km. Belum sampai disitu, kami harus naik angkot yang menuju ke kampung nenek yang masih berjarak 38 km dari Kotabumi. 

Itupun tak pasti ada angkotnya yang menuju ke kampung nenek, karena masih jarang nya angkot saat itu. Mungkin yang beroperasional hanya 2 atau 3 angkot saja untuk angkutan ke kampung-kampung yang jauh dari kota.

Dalam keadaan masih berpuasa dengan tubuh lelah, haus, lapar dan juga mengantuk ya maklumi saja untuk ukuran tubuh anak kecil yang berusia kelas 2 SD tentulah perjalanan ini sangat menguras tenaga. Namun rasa rindu dengan segala macam makanan suguhan khas di kampung nenek mematahkan rasa lelahku yang justru sangat bergairah setiap kali diajak ayah dan ibu mudik ke kampung nenek.

Sepanjang jalan, antara lelah dan kantuk masih dapat ku dengar ayah mengobrol dengan beberapa orang, begitu juga dengan ibu. Aku sudah bisa menebak, pasti ayah dan ibu kenal baik dengan mereka, karena dalam obrolan nya sangat seru sekali kadang diselingi dengan gelak tawa dan juga berbicara dalam bahasa daerah Lampung. 

Kadang masih dapat kumengerti arti dari bahasa yang dipakai ayah dan ibu dalam perbincangan mereka, namun ada beberapa kata yang aku belum mengerti artinya.

Saat itu aku tak habis pikir ya, kenapa ayah dan ibu sering sekali mengobrol dengan orang yang aku tau saat itu sepertinya baru dikenal. Namun ternyata dugaan ku salah. Justru ayah dan ibu sudah mengenal mereka.

Pertanyaan ku muncul lagi? Jadi sepanjang jalan dari pelabuhan Bakauheni sampai dengan naik angkot ke rumah nenek apakah ayah dan ibu memang kenal dengan orang yang mereka ajak berbincang? Sebanyak itukah mereka kenal? 


Sejarah Mengubah Hidup Seseorang

Aku sangat bersyukur dilahirkan dari keluarga yang sangat ketat aturan dalam jam malam, belajar, bergaul dan juga beribadah. Semua didikan ayah dan ibu yang mungkin tergolong keras karena keduanya dari sumatera membuat kami anak-anaknya dapat lebih teratur dalam kehidupan kami selanjutnya.

Dan ini memang benar aku rasakan dampaknya. Semua didikan ayah dan ibu sungguh sangat membekas dan berguna dalam kehidupan ku hingga saat ini. 

Siapa bilang punya ayah galak itu gak enak? Aku sih merasa nyaman aja ya. Karena dimataku sosok ayah adalah laki-laki pendamping ibu yang sangat bertanggung jawab kepada keluarga.

Kami ada 6 bersaudara, aku adalah anak yang paling terakhir. Dari semua anak ayah dan ibu, akulah satu-satunya anak yang paling banyak mendapatkan cerita tentang kehidupan masa lalu ayah dan ibu. 

Sepertinya memang kesukaanku mendengarkan cerita mereka, dan sepertinya mereka pun lebih senang bercerita kepadaku, mungkin karena aku sangat menikmati sekali setiap deretan cerita yang ayah dan ibu sampaikan dengan banyak pertanyaan di setiap jeda dalam cerita. 

Ayah bercerita, saat dahulu ayah telah ditinggal mati bapaknya saat masih umur 5 tahun, sedangkan ayah masih punya adik bayi laki-laki yang masih berumur 6 bulan. Saat itu ibundanya ayah hanyalah seorang wanita biasa bukan dari keluarga mampu, malah bisa dikatakan dari keluarga yang sangat miskin. 

Ditambah pula ditinggal mati sang suami yang pencari nafkah tunggal dengan meninggalkan istri dan 5 anaknya yang masih kecil-kecil, dan ayah anak ke 4. Kakak ayah yang paling tertua sudah ikut bekerja bersama pemerintah Belanda di bagian bea cukai pelabuhan karena kebetulan kakak ayah termasuk pintar dalam bahasa Belanda dan berhitung. 

Kakak pertama ayah lah yang menjadi tulang punggung keluarga setelah bapak mereka meninggal dunia demi dapat menafkahi ibunya dan adik-adiknya

Ayah bercerita, kehidupan mereka sehari-hari sungguh sangat memprihatinkan. Apalagi saat itu masih di bawah pemerintahan Belanda. Semua hasil bumi di ambil paksa oleh Belanda tanpa rakyat dapat melawan.

Makan sehari-hari mereka sekeluarga mengandalkan singkong yang ibu mereka tanam di kebun dekat rumah. Sedangkan lauk-pauknya mereka mengandalkan memancing ikan di sungai dekat rumah.


Sejarah Saat Ayah dan Ibu bertemu

Suatu hari akhirnya aku bisa dapatkan jawaban dari pertanyaanku selama ini. Kenapa banyak sekali orang yang terasa asing bagiku namun ayah dan ibu sepertinya sangat mengenal mereka. Ternyata, orang-orang yang diajak berbincang oleh ayah dan ibu mereka memang mereka juga mengenal ayah dan ibu. Hmmm…. bagaimana bisa? lagi pula ayah dan ibu termasuk yang bukan jalani masa remaja di kampung, dikarenakan  selesai sekolah Pendidikan Guru Agama, ayah dan ibu pergi menuntut ilmu ke kota lain.

Ibu bercerita, saat lulus dari sekolah PGA kakak ayah yang tertua menyuruh ayah melanjutkan pendidikan ke Yogyakarta agar dapat mendapatkan sekolah kedinasan disana. Sedang ibu menuruti keinginan orang tua nya untuk melanjutkan sekolah kedinasan ke Palembang. Lama bertahun-tahun di kota orang. Sampai akhirnya, ayah dan ibu pulang ke kampung karena sudah dijodohkan oleh kedua orang tua mereka.

Pernikahan sederhana yang dilakukan secara adat yang mendatangkan banyak sanak family yang mereka tinggal jauh dari kampung seberang. Sampai selesai acara pernikahan, ayah mengajak ibu untuk mengadu nasib ke kota Jakarta. Dimana saat itu kota Jakarta adalah kota impian semua masyarakat di kampung untuk bisa bertandang dan tinggal di kota besar.


Sejarah Awal Kehidupan ayah dan ibu di Kota Jakarta

Hari demi hari memang terasa sulit sekali bagi ayah dan ibu memulai hidup di kota Jakarta. Tak semudah yang dibayangkan, bahwa apa yang diinginkan untuk bisa segera mendapatkan pekerjaan mapan dan kehidupan yang layak ternyata masih sangat jauh dari harapan.

Ayah dan ibu memilih tinggal mengontrak di daerah Setia Budi. Ayah bercerita, dahulu daerah Setia Budi masih termasuk daerah perkampungan yang ramai penduduknya. Rumah kontrakan kecil berukuran 3x4 meter, berarti tidur, makan, masak, ya disitu. Sedangkan untuk mandi harus ikut mengantri dengan tetangga kontrakan lainnya. 

Bermodalkan surat SK ibu yang sebelumnya sempat mengajar di kampung, akhirnya ibu bisa menjadi tenaga pengajar di sekolah SD. Dan ayah bermodalkan ijazah nya dapat di terima bekerja di salah satu Departemen Pemerintahan RI. 


Saat Anak Pertama Lahir

Ibu termasuk orang yang sangat hemat. Ibu masih menyempatkan untuk menabung dari penghasilan yang sedikit didapatkan ayah dan ibu selama bekerja setiap bulannya. 

Ayah bercerita, saat dulu ayah sering diminta pimpinan nya untuk mengambil alih tugas sebagai fotografer untuk acara2 yang ada di kantor tempat kerja ayah. Dan ayah dipercaya juga oleh pimpinan nya dalam perumusan konsep pidato atau laporan-laporan lainnya yang dibutuhkan pimpinan. Dari situ ayah sering dapatkan penghasilan tambahan. Dan dari situlah akhirnya dapat sedikit demi sedikit bisa "makan agak enak" istilah ayah dan ibu saat itu.

Ibu mulai mengandung kakak pertamaku. Kehidupan yang masih tergolong sulit bagi seorang ibu yang sedang hamil muda selalu punya keinginan macam-macam untuk dimakan dan harganya termasuk lumayan sangat mahal disaat itu.

Ayah bercerita, begitu besar rasa cinta ayah ke ibu, ayah sering diam-diam menjual satu persatu celana, baju kemeja bahkan sampai gesper untuk membelikan makanan yang ibu idamkan. 

Tentu ibu tidak tahu. Dan ayah sangat senang kala melihat bahagia ibu memakan makanan yang sangat di idamkan.


Kesulitan tak hanya sampai disitu

Saat tiba waktunya untuk melahirkan ayah segera membawa ibu ke Klinik terdekat. Alhamdulillah lahirlah bayi sehat yang berjenis laki-laki. Ayah dan ibu sungguh sangat bahagia. 

Namun ayah dan ibu bingung dengan tagihan dari klinik untuk pembayaran jasa proses melahirkan. Dengan rasa was-was ibu meminta ayah mungkin mencari pinjaman ke tetangga atau ke saudara yang ada tinggal di Jakarta. Namun tidak bagi ayah. Ayah punya prinsip tidak akan pernah meminta tolong uang ke saudara atau kerabat apalagi untuk urusan istri melahirkan seperti ini. 

Hari yang dinanti tiba, saat ibu dan bayinya sudah diperbolehkan pulang dari klinik, namun ayah belum juga menjemput datang ke klinik. Ibu bercerita, saat itu ibu sangat was-was menanti kedatangan ayah sambil duduk di dekat pintu keluar klinik dan menggendong kakak laki-laki ku yang masih berumur satu hari. Tas persalinan dan beberapa baju kotor sudah rapi dan siap diangkut berjejer dekat kaki ibu. Namun berjam-jam ayah tak kunjung datang.


Usaha Ayah Untuk Dapatkan Uang Persalinan

Disaat yang sama, ayah masih dalam perjalanan pulang ke kontrakan sambil terus berpikir harus dari mana untuk bisa mendapatkan uang demi menebus istri dan anak pulang dari klinik bersalin, sedangkan uang simpanan pun tak cukup bila harus membayar total tagihan.

Sesampai di kontrakan ,akhirnya ayah kembali lagi mengambil beberapa baju, celana dan juga kain lepas ibu. Ayah jalan kaki dari Setia Budi menuju Tanah Abang sebagai pusat belanja yang paling ramai saat itu. Tujuan ayah adalah akan menjual beberapa baju, celana bahan dan juga kain lepas ibu agar uangnya nanti dapat dipakai menebus kepulangan ibu dan anak mereka dari klinik bersalin.

Yang ayah harapkan tak semulus harapan. Di Tanah Abang penawaran nya sangat rendah. Dengan begitu cepat ayah putuskan untuk melanjutkan ikhtiar pergi ke pasar Senen. Masih berjalan kaki, dari Tanah Abang ke Pasar Senen demi istri dan anaknya, lelah kaki, terik panas matahari, juga menahan haus dan lapar tak peduli. 

Akhirnya perjuangan ayah membuahkan hasil. Semua yang dibawa ayah terjual. Kembali berjalan kaki dari Pasar Senen balik menuju Klinik Bersalin di Setia Budi.

Semangat kaki ayah memburu untuk segera sampai menjemput pujaan hati beserta anak pertama mereka. 

Ibu masih setia menunggu dekat pintu keluar klinik sambil menggendong bayinya. Sambil terus bersholawat menanti kedatangan ayah. Sampai pada akhirnya, terlihat badan tegap diujung jalan sambil berjalan agak setengah berlari semakin mendekat ke arah ibu.

Ayah datang, dan ibu sangat bahagia. Senyum melebar ibu serta derai tangis haru tak kuasa ibu membendungnya. Ayah datang dengan senyum merekah menandakan perjuangan nya ada hasilnya.

Segera ayah selesaikan semua surat menyurat untuk pelunasan bersalin ibu. Lalu ayah memanggil tukang becak untuk membawa ibu dan anaknya pulang ke rumah. Karena tubuh ibu masih gemuk dan bawaan tasnya juga banyak, jadilah becak tak muat bila ayah harus ikut naik becak. Dan ayah memilih jalan kaki untuk pulang ke rumah. 


Masa Sulit Menjadi Pelajaran Yang Sangat Berharga 

Tibalah suatu hari karena penilaian kinerja ayah diangkat jabatan nya di kantor. Dan itulah awal yang akhirnya mengubah kehidupan kami selanjutnya.

Ayah mengajak ibu dan kakak laki-laki ku pindah ke kontrakan yang lebih baik. Dengan memulai kehidupan yang lebih baik pula. 

Satu persatu anak terlahir di tempat kontrakan yang baru. Sampai akhirnya ayah bisa membeli rumah yang di kontraknya. Dan sampai lahirlah aku sebagai anak terakhir. 

Kehidupan ayah dan ibu semakin baik. Akhirnya ayah bisa mengajak kami pindah ke sebuah perumahan Perumnas di daerah Jakarta Timur. Alhamdulillah kami mendapatkan ayah dan ibu dengan baik. Kami diajarkan cara hidup sederhana, teratur dan penuh semangat.

Dan kini, semua ajaran ayah dan ibu masih aku terapkan ke anak-anak ku. Walau memang sedikit ada pengembangan karena mengikuti jaman nya. Namun prinsip tetap sama. Utamakan kesederhanaan, rajin menabung, selalu bersemangat ,optimis dan pantang menyerah dan yang paling terpenting adalah kuatkan iman.

Semua dapat kita raih, semua dapat kita jalani asalkan kita yakin dan semangat dalam menjalaninya. 

Kehidupan masa lalu dan kisah ayah dan ibu merupakan inspirasi bagiku. Sangat memotivasi aku untuk bisa meraih apa yang menjadi cita-cita. Jadi itulah sejarah perjalanan hidup ayah dan ibu. 

Karena sejarah merupakan alat pemersatu. Dan dengan sejarah kita bisa saling menyanyangi satu sama lain. 

Begitu juga apa yang dikatakan kang Asep Kambali saat menjadi pembicara di IG Live tempo hari. Beliau katakan bahwa kemerdekaan diraih dari perjuangan bersama.

Ayah dan ibu telah mendapatkan kemerdekaan mereka hasil dari perjuangan bersama. Semoga ayah dan ibu selalu tenang di alam sana. Al Fatihah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar